Jeritan Peternak Ayam Petelur di Sumberbendo Akibat Harga Pakan Mahal

Thursday, June 17, 2021, 15:25 WIB
Oleh TAUFIQ PERS

SNIPERS.NEWS | Probolinggo - Para peternak ayam petelur di Kabupaten Probolinggo mengeluhkan naiknya harga pakan ternak di pasaran. Hal ini dinilai sangat merugikan bagi kalangan peternak, lantaran kenaikan harga pakan tersebut, tak diimbangi dengan kenaikan harga telur hasil panenan mereka.

Rudianto, salah seorang pengusaha ayam petelur di Desa Sumberbendo Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo saat ditemui awak media Snipers.News dikandang ayam miliknya yang menampung sekitar 1.000 ekor ayam petelur.

Rudi sapaan akrabnya mengatakan, bahwa semenjak awal tahun 2021 ini. Harga pakan ternak utamanya konsentrat mengalami beberapa kali kenaikan. Mulai dari kisaran Rp 365.000/ 50 Kilogramnya, hingga kini mencapai sekitar Rp 415.000/ 50 Kilogramnya. Atau dengan kata lain terjadi kenaikan harga hingga Rp 50.000/ 50 Kilogramnya hanya dalam kurun waktu 6 bulan terakhir.

"Pasca kenaikan harga konsentrat itu, margin keuntungan kami nyaris tidak ada. Bahkan bisa dikatakan 'Pak - Pok' atau tidak dapat untung sama sekali," katanya sambil memberi pakan pada ternaknya.

Dijelaskannya, bahwa kenaikan harga pakan ternak selain terjadi pada konsentrat, juga terjadi pada pakan pendukung lainnya. Seperti Jagung yang kini perkilonya dihargai Rp 6.000/ Kg dan Dedak senilai Rp 4.000/ Kg. Kenaikannya pun berkisar Rp 500/Kg dari harga sebelumnya.
                             

"Naik semua mas, sampai bingung mau cari untung darimana. Mau naikkan harga telur tidak mungkin. Karena yang menentukan harga telur itu dari pedagang pasar. Kalau kita naikkan sepihak, khawatir telur produksi kita tidak laku," jelasnya.

Alhasil, untuk menekan kerugian, Perangkat Desa Sumberbendo ini dengan berbagai cara berupaya mengurangi biaya produksi seminimal mungkin. Salah satunya dengan turun langsung memberi pakan pada ternaknya, alih-alih membayar jasa pekerja untuk menekan biaya.

"Sebenarnya kita rugi ditenaga. Tapi mau bagaimana lagi, kalau tidak begini nanti khawatir biaya produksinya membengkak dan tidak bisa membeli pakan lagi untuk ternak kami," ujarnya.

Lebih lanjut, Rudi menyebut bahkan untuk urusan memberi pakan. Takaran pakan yang diberikan kepada ayam ternaknya pun harus dihemat. Meski tetap memberikan pakan ternak sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore hari. Namun, takaran pakannya pun dikurangi sedikit demi menghemat pakan ternak.

Tak ayal hal itu berdampak pada produktifitas ayam petelur yang turun cukup signifikan. Kalau normalnya dalam sehari ayam sebanyak 1.000 ekor bisa menghasilkan telur ayam sebanyak 40 kilogram. Kini hasil produksi telurnya berkisar sekitar 30 kilogram saja.

"Dari situ hasilnya kalau dijual dengan harga saat ini sekitar Rp 21.000 per kilonya. Maka sebenarnya hasilnya hanya cukup untuk menutupi biaya pakan. Dalam sehari pakan yang diberikan mencapai sekitar 1 kwintal pakan campuran antara konsentrat, dedak, dan jagung," terangnya.

Dia pun berharap agar kenaikan harga pakan ternak ini juga diikuti dengan kenaikan harga telur di pasaran. Paling tidak diatas kisaran harga Rp 23 000/ Kg-nya. Karena dari nominal tersebut pihaknya bisa mengantongi keuntungan senilai Rp 1.000/Kg-nya.

"Kalau harganya dibawah itu. Kita sebagai peternak yang dirugikan. Terlebih biaya obat-obatan untuk menjaga kesehatan ayam petelur, tiap bulannya yang mencapai Rp 1 juta per bulannya," pungkansya.*

(Tofa)
Editor : Taufiq

TerPopuler