Pasca Lebaran Warga Gransil Tumpah Ruah Saksikan Bantengan Maheso Lembu Tani

Monday, April 7, 2025, 19:41 WIB
Oleh Arifin Soeparni

SNIPERS.NEWS | Malang - Pasca Lebaran Idul Fitri 1446 H, Kesenian Tradisional Bantengan Maheso Lembu Tani kembali menggelar pertunjukan di Desa Gransil RT 01/RW 01, Kecamatan Dampit, Kabupaten Malang, Jawa Timur, warga mendadak semarak dan penuh antusiasme pada Minggu (7/4/25), saat kesenian tradisional Bantengan Maheso Lembu Tani kembali digelar sebagai pembuka kegiatan budaya setelah Idul Fitri.

Pertunjukan yang dipimpin langsung oleh bapak Soiman, tokoh masyarakat sekaligus pimpinan kelompok Bantengan Maheso Lembu Tani.


Dalam sambutannya, dia menyampaikan rasa bangga dan harapannya agar tradisi ini tetap hidup dan terus diwariskan ke generasi mendatang.

"Ini bukan sekedar hiburan, tapi bagian dari identitas budaya kita yang harus di jaga dan dirawat bersama," ujarnya.

Ratusan warga memadati area pertunjukan sejak sore hari untuk menyaksikan langsung suguhan budaya yang telah menjadi warisan leluhur.


Pertunjukan dimulai dengan kemunculan Ayu, yang tampil sebagai simbol pembuka acara. Ia berjalan perlahan menuju panggung dengan balutan busana berwarna coklat keemasan, lengkap dengan mahkota ala Ratu Laut Kidul dan diiringi dua payung emas. Penampilannya yang anggun disertai alunan gamelan menciptakan suasana sakral dan mistis yang langsung menyedot perhatian para penonton.

Setelah pembukaan yang memukau, acara dilanjutkan dengan atraksi saweran dan joget bersama. Iringan musik Bantengan membuat warga larut dalam keceriaan. Tua-muda turun ke arena, berjoget bersama para pengisi acara. Beberapa warga pun maju ke depan untuk memberikan saweran sebagai bentuk dukungan dan penghargaan terhadap seni tradisional ini.


Memasuki acara inti, panggung menjadi saksi kemunculan Ki Sebrang, tokoh spiritual yang memimpin prosesi pembacaan suluk. Dengan suara berat dan penuh penghayatan, ia melantunkan suluk yang berisi doa, petuah, dan ajaran kehidupan. Suasana yang semula khidmat berubah menjadi riuh dan penuh energi, seiring meningkatnya semangat dari para pemain maupun penonton.

Suluk, yang dibacakan menjadi pintu pembuka bagi para pemain memasuki fase kalapan sebuah momen kerasukan di mana tubuh mereka digerakkan oleh roh leluhur yang dipercaya merasuki jiwa mereka. Dengan mata kosong dan gerakan yang liar namun terkendali, para pemain menggambarkan kekuatan spiritual dan kekhusyukan yang menjadi inti dari pertunjukan Bantengan.

Aksi teatrikal kemudian dilanjutkan oleh para tokoh utama seperti Bintang, Adli, Fino Riko, Arif ,  Mereka tampil dengan kostum yang serasi dan mencolok, memperagakan tarian-tarian khas yang sarat makna tentang perjuangan, kekuatan alam, serta keseimbangan hidup. Dentuman musik semakin cepat dan intens, membuat suasana mencapai puncaknya disambut sorak-sorai penonton.


Pertunjukan dipimpin langsung oleh Bapak Soiman, tokoh masyarakat sekaligus pimpinan kelompok Bantengan Maheso Lembu Tani. Dalam sambutannya, ia menyampaikan rasa bangga dan harapannya agar tradisi ini tetap hidup dan terus diwariskan ke generasi mendatang. 

Acara pun ditutup menjelang malam dalam suasana hangat, penuh kebersamaan dan kebanggaan terhadap budaya lokal.*

(Nisa)

TerPopuler