SNIPERS.NEWS | Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali tangkap tangan terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi (TPK) berupa penerimaan hadiah atau janji oleh Penyelenggara Negara.
Penangkapan ini terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020.
"Kita berhasil mengamankan 17 orang pada hari Rabu tanggal 25 November 2020 sekitar pukul 00.30 Wib di beberapa tempat, antara lain Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok dan Bekasi," ujar Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango dalam siaran persnya Rabu (25/11/2020) malam di Jakarta.
Adapun ke 17 tersangka tersebut antara lain, EP selaku Menteri Kelautan dan Perikanan, IRW selaku Istri EP, SAF Stafsus Menteri KKP, ZN Dirjen Tangkap Ikan KKP, YD Ajudan Menteri KKP, YN Protokoler KKP, DES Humas KKP, SMT Dirjen Budi Daya KKP, SJT Direktur PT DPP, SWD selaku Pengurus PT ACK, DP pengendali PT PLI, DD pengendali PT ACK, NT Istri dari SWD, CM Staf Menteri KKP, AF Staf Istri Menteri KKP, SA Staf Menteri KKP dan MY Staf PT Gardatama Security.
Sebelumnya, KPK menerima informasi adanya dugaan terjadinya penerimaan uang oleh Penyelenggara Negara.
"Pada tanggal 21 November 2020 sampai dengan 23 November 2020, kemudian KPK kembali menerima informasi adanya transaksi pada rekening bank yang diduga sebagai penampung dana dari beberapa pihak yang sedang dipergunakan bagi kepentingan penyelenggara negara untuk pembelian sejumlah barang mewah di luar wilayah Indonesia," terang kembali Wakil Ketua KPK Nawawi.
Selanjutnya Jelas Nawawi, pada hari Selasa tanggal 24 November 2020, Tim KPK bergerak dan membagi menjadi beberapa tim di area Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Tangerang Selatan, Depok dan Bekasi, untuk menindaklanjuti adanya informasi dimaksud.
Kemudian, pada pukul 00.30 Wib, Tim langsung melakukan pengamanan di beberapa lokasi. Untuk di Bandara Soekarno Hatta, tim berhasil mengamankan EP, IRW, SAF, ZN, YD, YN, DES dan SMT.
Selanjutnya, berdasarkan penembangan, tim KPK juga mengamankan SJT, SWD, DP, DD, NT, CM, AF, SA dan MY di kediaman masing-masing.
Kemudian para pihak yang diamankan dibawa ke Gedung Merah Putih KPK untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
Dari hasil tangkap tangan tersebut, ditemukan ATM BNI atas nama AF, Tas LV, Tas Hermes, Baju Old Navy, Jam Rolex, Jam Jacob n Co, Tas Koper Tumi dan Tas Koper LV.
Diketahui, bahwa pada tanggal 14 Mei 2020, EP selaku Menteri Kelautan dan Perikanan menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster, dengan menunjuk APS selaku Staf Khusus Menteri sebagai Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas.
Selain APS, EP juga menunjuk SAF selaku Staf Khusus Menteri untuk menjabat Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas. Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur.
Selanjutnya, pada awal bulan Oktober 2020, SJT selaku Direktur PT DPP datang ke kantor KKP di lt.16 dan bertemu dengan SAF. Dalam pertemuan tersebut, diketahui bahwa, untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT ACK dengan biaya angkut Rp1800/ekor yang merupakan kesepakatan antara AM dengan APS dan SWD.
Maka, atas kegiatan ekspor benih lobster tersebut, PT DPP diduga melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total sebesar Rp. 731.573.564.
Lalu PT DPP, atas arahan EP melalui Tim Uji Tuntas memperoleh penetapan kegiatan ekspor benih lobster/benur dan telah melakukan sebanyak 10 kali pengiriman menggunakan perusahaan PT. ACK.
Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri dari AMR dan ABT, yang diduga merupakan nominee dari pihak EP serta YSA.
"Atas uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga berasal dari beberapa perusahaan eksportir benih lobster tersebut, selanjutnya di tarik dan masuk ke rekening AMR dan ABT masing-masing dengan total Rp. 9,8 Miliar," ungkap Nawawi Pomolango.
Dikatakan Nawawi, pada tanggal 5 November 2020, diduga terdapat transfer dari rekening ABT ke rekening salah satu bank atas nama AF sebesar Rp.3,4 Milyar, yang diperuntukkan bagi keperluan EP, IRW, SAF dan APM, yang dipergunakan untuk belanja barang mewah oleh EP dan IRW di Honolulu AS pada tanggal 21 sampai dengan 23 November 2020 sejumlah Rp. 750 juta diantaranya berupa Jam tangan rolex, tas Tumi dan LV, baju Old Navy.
"Di samping itu, sekitar bulan Mei 2020, EP juga diduga menerima sejumlah uang sebesar US$ 100.000 dari SJT melalui SAF dan AM," ungkapnya kembali.
Yang kemudian, jelas Nawawi, pada sekitar bulan Agustus 2020, SAF dan APM menerima uang dengan total sebesar Rp436 juta dari AF.
"Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan dan sebelum batas waktu 24 jam sebagaimana diatur dalam KUHAP, dilanjutkan dengan gelar perkara, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji oleh penyelenggara negara terkait dengan perizinan tambak, usaha dan atau pengelolaan perikanan atau komoditas perairan sejenis lainnya tahun 2020," jelas Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango.
Selanjutnya KPK menetapkan 7 Orang tersangka, yakni EP, SAF, APM, SWD, AF dan AM sebagai penerima, yang dipersangkakan melanggar Pasal 12 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Kemudian SJT selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Selanjutnya para tersangka saat ini dilakukan penahanan rutan selama 20 hari, terhitung sejak tanggal 25 November 2020 sampai dengan 14 Desember 2020, masing-masing bertempat di Rutan KPK Cabang Gedung Merah Putih untuk tersangka EP, SAF, SWD, AF, dan SJT.
"Adapun dua orang tersangka saat ini belum dilakukan penahanan. Dan KPK menghimbau, kepada 2 TSK yaitu APM dan AM untuk dapat segera menyerahkan diri ke KPK," harap Nawawi.
Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango juga menuturkan, bahwasanya pejabat publik saat dilantik telah bersumpah dihadapan Tuhan Yang Maha Kuasa, untuk menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya.
Karena itu, KPK selalu mengingatkan agar para pejabat publik selalu mengingat janji dan sumpah tersebut dengan mengemban tugas secara amanah, serta tidak memanfaatkan jabatan dan kewenangannya untuk mengambil keuntungan bagi pribadi atau kelompok.
"Maka dengan kewenangan sebagai seorang pejabat publik memiliki kesempatan untuk membuat kebijakan yang memihak pada kepentingan bangsa dan negara. Karenanya, jangan simpangkan kewenangan dan tanggung jawab tersebut hanya demi memenuhi kepentingan pribadi atau golongannya," tutup Nawawi mengakhiri pernyataan pers nya.*
( Red )