Tak Sesuai Fakta, RS. Delima Menyayangkan Video Yang Beredar di Media Sosial

Thursday, May 13, 2021, 00:50 WIB
Oleh DAKAR
Konfrensi Pers RS. Delima

SNIPERS.NEWS | Medan - Sangat disayangkan, terkait beredarnya video yang memuat perseteruan oleh salah satu pihak dengan RS. Delima disebarkan di media sosial, sehingga membuat kegaduhan dan pencemaran nama baik pada salah satu pihak.

Dengan etikad baik dan tanpa keraguan, Rumah Sakit Delima menggelar Konferensi Pers guna mengklarifikasi perihal video yang beredar saat ini.

Julia Sah Fithri, selaku Humas Rumah Sakit Delima menjelaskan, berdasarkan kronologis yang terjadi, pihak RS. Delima telah memberikan pelayanan terbaik dan melakukan langkah penangganan sesuai dengan Standart Prosedur Operasional dan peraturan yang ada.

"Kami dari pihak Rumah Sakit sangat tidak dapat menerima, karena kami sudah melakukan yang terbaik dan sudah sesuai dengan standart operasional. Saya berharap adanya etikad baik dari pengunggah video tersebut, sebelum kami melakukan langkah-langkah selanjutnya," tuturnya.

Berdasarkan pemaparan Humas RS. Delima, pada saat diadakannya konferensi pers, Selasa (11/05/21), di Jalan Kol. Yos Sudarso, RS. Delima Simpang Martubung, Kecamatan Medan Labuhan, menerangkan kronologis kejadian tersebut, antara lain : 

1. Pasien masuk  ke  IGD RSU DELIMA tgl 8 mei 2021 dengan keluhan sesak napas berat, Dr jaga dan perawat segera melakukan pertolongan kepada pasien..setelah melakukan pertolongan Dr segera memanggil keluarga pasien dalam hal ini istri pasien,menanyakan tentang keluhan keluhan pasien selama ini.

setelah melakukan credentialing dan skrining pasien, Dr memutuskan untuk pasien akan di laksana kan beberapa pemeriksaan penunjang, Dr jaga memberitahukan kondisi pasien dan meminta persetujuan kpd istri pasien untuk dilakukan beberapa pemeriksaan salah satu nya pemeriksaan Rapid Cov 19, awal nya istri pasien menolak untuk di lakukan pemeriksaan tersebut. Dr menyatakan klo ibu tidak bersedia tolong ibu tulis penolakan pemeriksaan medis untuk bapak, istri pun menandatanganinya, selang 15 menit istri pasien menjumpai Dr dan berkata menyetujui untuk di lakukan pemeriksaan penunjang pasien, Dr pun memberikan edukasi ulang kepada pihak keluarga/istri, dan istri pasien setuju dan menandatangani informed consent persetujuan pemeriksaan untuk pasien.

selanjutnya pasien pun di lakukan pemeriksaan Darah dan poto Rongent.

2. Pukul 15.30 Wib, Dokter dan perawat melakukan konfirmasi kepada keluarga/istri pasien tentang kondisi pasien, dan menganjurkan agar pasien mendapatkan perawatan serta menyarankan untuk menjalani pemeriksaan penunjang seperti Swab Antigen, Pemeriksaan, dan Rontgen Paru. Dan pihak keluarga/istri pasien sempat menolak pada awalnya, dan sempat ragu untuk melanjutkan pengobatan. 

3. Pukul 15.40 Wib, setelah dokter melakukan edukasi, istri pasien menanda tangani Informed Consent persetujuan pemeriksaan penunjang, guna mendapatkan diagnosa secara tepat.

4. Pukul 17.15 Wib, Dokter IGD melaporkan dan mengirimkan hasil pemeriksaan kondisi pasien kepada dokter spesialis paru. Kemudian dokter paru menyarankan agar pasien tersebut untuk dirujuk, agar mendapatkan penangganan selanjutnya. Lalu pihak keluarga/istri memutuskan untuk berunding, apakah pasien setuju dirujuk atau dibawa pulang untuk berobat sendiri.

5. Salah satu keluarga pasien datang membawa handphone dan diberikan kepada dokter IGD untuk memberikan penjelasan kepada keluarga pasien yang mengaku sebagai seorang dokter, dan beliau juga sudah mendengarkan anjuran dari dokter spesialis paru RS. Delima, dan mencoba berunding dengan pihak keluarga.

6. Pukul 18.00 Wib, dokter dan perawat melakukan konfirmasi ulang kepada keluarga pasien mengenai keputusan agar pasien dirujuk, akan tetapi pihak keluarga pasien meminta tenggang waktu kembali. Dokter dan perawat juga menginformasikan kepada keluarga pasien bahwa keluarga pasien diizinkan untuk menyewa oksigen dan ambulance untuk pindah rumah sakit, apabila keluarga memutuskan untuk tidak dirujuk.

7. Pukul 18.30 Wib, dokter dan perawat kembali menanyakan perihal persetujuan keluarga pasien untuk dirujuk, keluarga pasien kembali meminta waktu untuk berunding kembali.

8. Pukul 19.20 Wib, keluarga pasien memberikan keputusan, bahwasanya pasien akan dibawa pulang dan berobat sendiri (Pulang Atas Permintaan Sendiri/PAPS). Pihak keluarga juga berencana akan meminjam fasilitas dari RS. Delima berupa tabung oksigen dan mobil ambulance untuk transportasi pasien. 

9. Setelah mendapatkan penjelasan dari pihak RS. Delima, keluarga pasien tetap memilih opsi pulang atas permintaan sendiri. Selanjutnya keluarga/istri pasien diarahkan untuk menyelesaikan administrasi di bagian kasir. 

10. Terjadi keributan antara keluarga dan pihak RS. Delima (kasir) perihal biaya sewa oksigen dan ambulance, setelah keluarga pasien mendapatkan penjelasan mengenai konsekuensi prosedur PAPS, kepada keluarga/istri pasien akhirnya menyetujui hal tersebut, dan menandatangani surat PAPS dan penolakan rujukan.

11. Kemudian perawat melepas infus pasien sesuai dengan prosedur dan memberitahukan kepada istri pasien/keluarga. Pelepasan infus itu sendiri dikarenakan pasien akan pulang atas permintaan sendiri (PAPS), akan tetapi istri/keluarga hanya diam saja.

12. Kemudian keluarga pasien yang berbeda datang, marah, membentak dan tidak terima akan standart peraturan tersebut, dan keluarga tersebut merekam dan mengancam akan memviralkan kejadian tersebut.

13. Kemudian dokter yang berjaga dihubungkan kembali kepada salah satu keluarga pasien yang juga merupakan seorang dokter dan menanyakan perihal pelepasan infus pasien.

Dokter jaga IGD menjelaskan kondisi pasien dan memberitahukan bahwasanya keluarga pasien meminta pulang atas permintaan sendiri (PAPS), maka dari itu infus pasien memang harus dilepas.

Kemudian pihak keluarga yang mengaku seorang dokter itu dapat mengerti akan kondisi tersebut, dan meminta tolong untuk bisa menyampaikan kembali kepada pihak keluarga agar kondisi menjadi kondusif kembali.

14. Kemudian pasien langsung dibawa pihak keluarga ke ambulan guna dibawa pulang/berobat ditempat lain.

Berdasarkan kronologi yang terjadi, Dr. Deasy Lindayati Samosir selaku Kepala Yayasan RS. Delima menyayangkan perihal kejadian itu. 

"Sangat disayangkan atas video yang beredar saat ini, tanpa mengetahui kronologi yang sebenarnya, salah satu pihak yang mengaku keluarga berinisial (M) mengunggah video dengan menghasut untuk memviralkan kejadian tersebut di media sosial, dengan bahasa yang menyudutkan pihak RS. Delima," tutur Dr. Deasy. 

Ibeng Syafruddin Rani, S.H., selaku kuasa hukum RS. Delima menjelaskan, "setelah kami teliti dan amati, salah satu akun facebook berinisial (M) beberapa hari yang lalu dan sangat viral, ada beberapa hal yang sangat merugikan dari unggahan video tersebut. Pihak Rumah sakit merasa tidak melakukan kesalahan dalam proses penangganan pasien tersebut, mereka melaksanakannya sesuai standart prosedur operasional yang berlaku di Rumah Sakit. Apa yang terjadi sebenarnya si pengunggah tersebut tidak mengetahui kronologi yang sebenarnya," ucapnya. 

"Sangat disayangkan, dengan emosional, pengunggah tersebut mengupload dan mengajak orang lain untuk memviralkan video tersebut, ini sangat berbahaya. Dan kita akan melakukan langkah-langkah hukum secara sistematis," ungkapnya kembali.

Ibeng menghimbau, agar pengunggah video tersebut meminta maaf secara kekeluargaan dan datang ke RS. Delima untuk berdiskusi secara langsung, sebelum pihaknya melakukan langkah-langkah hukum.

"Kami akan mensomasi pihak pengunggah tersebut, agar meminta maaf secara kekeluargaan atas kesalahan yang telah dilakukan. Apabila tidak ada etikad baik untuk meminta maaf, maka kami akan melakukan upaya hukum lebih lanjut," tegas Ibeng. 

   

Perlu diketahui, ancaman pidana bagi orang yang melanggar Pasal 27 ayat (3) UU ITE ini diatur dalam Pasal 45 ayat (3) UU 19/2016, yang berbunyi:
 
- Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling banyak Rp750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).*


(Team MU)

TerPopuler