GMKI Cabang Bacan Menilai Panitia HUT RI Ke 76 Tak Mampu Artikan Makna Saruma

Thursday, August 19, 2021, 14:00 WIB
Oleh Redaksi

SNIPERS.NEWS | Halsel - Pengibaran Sang Saka Merah Putih dalam pemperingati Hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 76 tahun menjadi kontroversial, dengan seragam yang digunakan oleh para peserta Pasibraka.

Hal ini menjadi sorotan publik di beberapa sosial media, yang ramai-ramai membuat tulisan kritikan kepada pihak Pemerintah Daerah, dalam hal ini Dispora Halmahera Selatan (Halsel).

Kebijakan memakai jilbab bagi peserta Paskibraka yang beragama Nasrani pada Upacara 17 Agustus 2021 di Kantor Bupati Kabupaten Halmahera Selatan mendapat sorotan dari Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Cabang Bacan.

Sesuai dengan hasil Advokasi, GMKI Bacan dengan orang tua dari Chelsea Angel Ch. Unitli, salah satu anggota Paskibraka mengunakan jilbab atas dugaan pasrah dengan kebijakan. Menurut orang tua, sejak terpilih sebagai anggota Paskibraka dan menjalani proses karantina, Angel tidak pernah diberitahukan mengenai jilbab yang akan digunakan pada saat hari H.

"Setau Angel, rambutnya hanya digunting pendek saja. Tetapi pada saat malam pengukuhan lah Angel dipakaikan jilbab oleh panitia pelaksana, tanpa sepengetahuan orang tua pada saat itu," tutur orang tua Anggel.

Melihat anak mereka yang menggunakan jilbab pada saat proses pengukuhan sebagai orang tua juga kaget, tapi keadaan pada saat itu orang tua tidak bisa melakukan apa-apa. Tidak mungkin menghentikan anak itu dan menyuruhnya melepas jilbab pada saat proses pengukuhan, karena pasti akan menghancurkan mental anak ini. 

Sebagai anggota Paskibraka, Angel juga tidak dapat membantah, karena kejadian seperti ini bukan baru pertama kali terjadi. Sebelum ini juga sudah ada dua orang anggota Paskibraka beragama Nasrani yang menggunakan jilbab pada tahun -tahun sebelumnya, sehingga bagi Angel dan orang tua hal ini sudah seperti budaya di Halmahera Selatan.

Menanggapi hal ini, GMKI Cabang Bacan menilai psikologi Anggel keadaan dalam pasrah, demi mewujudkan cita cita sebagai salah satu utusan yang dapat tampil, serta berdasarkan pengalaman yang terjadi sebelumnya. Sehingga dirinya merasa, bahwa hal ini sudah menjadi budaya atau tradisi di Halsel. 

"Kemudian, dari segi pemerintah dan panitia pelaksana yang menurut kami tidak mampu memposisikan antara keseragaman dan makna Saruma itu sendiri," ujar Ketua GMKI Cabang Bacan Beatrich Apriani Nara, S.P.

"Dan terkesan menjebak peserta Paskibraka hingga menggunakan jilbab. Yang jelas mereka mengetahui, bahwa peserta beragama Kristen dan Jilbab bukan identitas Kristen, sehingga dengan sengaja melakukan hal ini disaat malam pengukuhan pada 16 Agustus 2021," tambah Beatrich.

Sesuai hasil yang didapatkan oleh GMKI Cabang Bacan, dengan mewawancari salah satu Alumni Paskibraka yang enggan di sebut namanya, yang mengalami hal yang sama pada waktu itu (tahun 2015) sudah ada ketegasan dari pimpinan jemaat kepada panitia pelaksana, bahwa ini yang terakhir kali.

Namun, kenapa masih terulang lagi?, dan akhirnya membuat Jemaat di beberapa gereja bahkan pendeta angkat bicara soal ini. Sudah tentu hal ini di duga diskriminasi sebagai kaum minoritas di Halmahera Selatan.

"Kami sangat sesali kebijakan yang dilakukan oleh Pemda Halsel, padahal pada persyaratan seleksi Paskibraka tidak mewajibkan peserta non muslim harus memakai jilbab. Namun hanya dicantumkan beberapa persyaratan salah satunya memiliki kepribadian yang baik dan berakhlak mulia, harus beragama dan taat pada agama yang dianutnya. Yang kami tau diwajibkan berambut pendek bukan memakai jilbab," papar Beatrich.

Ketua GMKI Beatrich Apriani Nara juga menyampaikan, ini secara tidak langsung sudah termasuk pemaksaan mengunakan busana dan identitas agama atau merampas kemerdekaan seseorang, dengan alasan supaya seragam atau apapun itu, yang tidak dibenarkan dalam melakukan tindakan intoleransi. 

"Kami sangat berharap Pemerintah Daerah bersama Dinas terkait dalam hal ini Dispora, dapat serius melihat persoalan ini. Supaya mencegah praktik intorelan terulang lagi. Apalagi katanya Saruma sebagai slogan untuk hidup satu rumah, dan menghargai berbagai ras suku dan agama. Hal ini seperti beda rumah, dan kita tak sepaham tentang Bhineka Tunggal Ika," tutup Beatrich.*

(H.M)

TerPopuler