Proyek Rehabilitasi Lahan Pertanian Kabupaten Agara TA 2021 Diduga Bermasalah

Tuesday, January 25, 2022, 02:47 WIB
Oleh Redaksi

SNIPERS.NEWS | Agara - Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Komunitas Pemantau Korupsi Nusantara (KPK-N) mendatangi Kantor Dinas Pertanian Kabupaten Aceh Tenggara (Agara), untuk mempertanyakan masalah dua proyek pembukaan dan rehabilitasi lahan yang tidak produktif menjadi produktif pada Tahun Anggaran 2021 yang diduga bermasalah. 

Kadis Pertanian Kabupaten Agara Riskan, S.P., M.M., saat ditemui diruang kerjanya  mengatakan tidak akan mencairkan dananya dan menyetujui proyek tersebut, sebelum ada review dari Inspektorat atau bila perlu di audit langsung oleh BPKP Provinsi Aceh. 

"Terkait dengan pengadaan proyek rehab lahan pertanian yang diduga bermasalah, dalam pengajuan penarikan atau pembayarannya memang belum saya tanda tangani," tegas  Kadis Pertanian Riskan,  Jum'at (21/01/2022) di ruang kerjanya. 

Selain itu, ucap Riskan, sampai saat ini belum ada laporan kemajuan progres fisik hasil pekerjaan yang dia terima, baik dari (CV. Archi Plus) selaku konsultan pengawas maupun dari pihak (CV. Almaira) selaku rekanan. 

Oleh sebab itu, Kadis Pertanian Aceh Tenggara selaku pengguna anggaran enggan menandatangani pengajuan penarikan pihak rekanan dari CV. Almaira.

"Saya selaku pengguna anggaran tidak ingin ada permasalahan dikemudian hari, maka kita minta pihak inspektorat untuk mereview terlebih dahulu," kata Riskan. 

Jika nanti pihak inspektorat telah melakukan review sesuai progres fisik yang dikerjakan, maka hanya sebatas itu yang akan dibayarkan," ungkap Riskan.

Kembali Riskan menjelaskan, bahwa proyek tersebut adanya di empat kecamatan, seperti Kecamatan Depok dan Kecamatan Lawe Bulan di duga bermasalah, sementara di dua kecamatan lagi yaitu Kecamatan Lawe Sumur dan Kecamatan Bambel tidak bermasalah. Ke empat proyek tersebut nilai anggarannya sekitar Rp. 3,4 Miliar Tahun Anggaran 2021.

"Sementara, untuk pekerjaan proyek yang di Kecamatan Deleng Phokisen dan Kecamatan Lawe Bulan sudah dilakukan teguran, karena lahannya penuh bebatuan tidak mungkin bisa dijadikan lahan persawahan karena pada saat pengolahan tanah nantinya bisa timbul masalah, namun pihak rekanan (Kontraktor) tidak menghiraukan terus saja dikerjakan," ujarnya.

Riskan kembali menjelaskan, "namun, untuk uang muka proyek tersebut sudah dibayarkan 30 %, sementara 70 % nya lagi masih kita tahan setelah nanti masuk laporan konsultan dan rekanan nanti kita limpahkan ke Inspektorat Kabupaten Aceh Tenggara, untuk dihitung berapa yang layak untuk dibayarkan. Dan apabila pihak Inspektorat tidak dapat menghitung, atau mungkin keterbatasan Tim Ahli, maka kita minta Tim dari Badan Pemeriksa Keuangan Propinsi (BPK- P) Aceh," tegas Riskan.*

( Dalisi )

TerPopuler