SNIPERS.NEWS | Medan - Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Perkumpulan Advokat Sumatera Utara (LBH PB-PASU) selaku Kuasa Hukum Assoc Prof. Dr. Farid Wajdi, S.H., M.Hum., dan Diurna Wantana, Warga Jalan Ambai kembali menghadiri undangan Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPRD Medan, terkait beroperasinya Pos Ambai Kafe 24 jam yang dianggap meresahkan ketertiban masyarakat.
RDP tersebut dimulai dengan pembacaan isi surat pengaduan Farid Wajdi oleh M. Rizki Lubis, Ketua Komisi 3 DPRD Kota Medan. Yang salah satu isinya menyatakan, dalam prakteknya kafe tersebut beroperasi penuh waktu, siang malam, menghasilkan suara bising, sehingga mengganggu ketenangan masyarakat.
Menanggapi hal itu, pemilik kafe Junaidi M. Adang, melalui juru bicaranya Yudianto, warga Jalan Tuamang menyatakan, bahwa tidak benar semua pengaduan yang dilayangkan oleh Farid tidak benar.
"Kami sudah berbenah kok, bahkan kami sudah membuat pagar untuk mengatasi kebisingan itu. Lagian kami kan mau berusaha pak kuasa hukum. Usaha kami itu pun usaha kedai kopi. Jadi jangan dilihat dari negatifnya saja, dari segi positifnya, kami mempekerjakan 20 orang tamatan SMA, mereka anak warga Kelurahan Sidorejo. Jadi lihat juga posotifnya," ujar Yudianto.
Menanggapi hal itu, Eka Putra Zakran, S.H., M.H., yang juga Ketua Umum PB-PASU memberikan tanggapan atas pernyataan juru bicara pemilik kafe, bahwa Junaidi tidak mungkin merasakan dampak dari kebisingan itu, karena ia tinggal di Jalan Tuamang, bukan di Jalan Ambai.
"Jarak antara Jalan Ambai dengan Jalan Tuamang lebih lima ratus meter, jadi mana mungkin bapak meradakan dampaknya," ujar Eka.
Sementara H. Dahsat Tarigan, S.H., M.H., yakni Ketua Dewan Pengawas PB-PASU menyatakan, tidak mungkin ada protes warga kalau tidak ada masalah yang disebabkan dari kebisingan Pos Ambai Kafe.
"Peruntukan Kafe tersebut tidak bisa disamakan dengan kedai kopi. Keberadaan Kafe harus mendapatkan izin dari masyarakat setempat dan operasionalnya gak boleh 24 jam. Jadi kita beri waktu satu minggu kepada pihak pengelola kafe untuk menyelesaikan masalah ini dengan warga masyarakat, kalau tidak selesai maka kami akan lanjut ke proses hukum," kata Tarigan.
Zulkifli Lubis, S.H., yang juga Penasehat LBH PB-PASU memohon kepada pengelola kafe agar meninjau kembali.
"Di bulan puasa Ramadhan ini, kalau pun buka tolong ditutup pakain kain dan buat spanduk, anak sekolah tidak boleh masuk. Satu lagi biar tau Bapak Yudianto, kami dari LBH PASU tidak dibayar. Jangan nanti Bapak anggap kami dibayar. Kami bela umat, bela rakyatnya ini," tutup Lubis.
Amiruddin Pinem, S.H., sebagai Direktur LBH PB PASU juga menyatakan sikapnya, bahwa sebenarnya pihaknya masih mau cari solusi baik-baik, tapi lantaran merasa pihak kafe tidak merespon dan tidak menghargai, makanya PB-PASU melaporkan hal itu ke Komisi DPRD.
"Terbukti, pada RDP sebelumnya pihak pengelola kafe tidak hadir. Jadi sekarang kita putuskan agar Pos Ambai Kafe ditutup. Dengan cara apapun kita minta kafe ditutup, karena lokasi tersebut adalah lokasi pemukiman warga, jadi tidak cocok tempat usaha kafe," tutup Pinem.
Diakhir RDP Anggota Komisi 3 DPRD Kota Medan Irwansyah, S.H., S.Ag. menyatakan, bahwa hal ini sudah harusnya mengacu pada Perda No. 4 tahun 2016.
"Saya bisa memahami psikologis masyarakat setempat, yang terganggu akibat kebisingan akibat suara dari kafe tersebut. Namun demikian, sebaiknya penyelesaian terhadap masalah ini haruslah melalui jalur Alternarif Dispute Resolution (ADR), itu sih harapannya," tutup Irwansyah.*
(Team MU)