Dinilai Tak Bijaksana Dalam Mengelola Birokrasi Kampus, Mahasiswa UPN-VY Minta Mendikti Copot Rektor

Minggu, 25 Juni 2023, 12:04 WIB
Oleh Redaksi


SNIPERS.NEWS | Yogyakarta - Terjadinya pengeroyokan terhadap dua orang Mahasiswa Teknik Pertambangan, hingga berujung tawuran antar jurusan di Fakultas Tekhnologi Mineral masih menjadi polemik internal di lingkungan Universitas Pembangunan Nasional Veteran Yogyakarta (UPN-VY).


Dengan adanya ketidakpuasan terhadap penanganan kasus tersebut, para mahasiswa dari beberapa jurusan di UPN-VY, pada Rabu (21/06/23) melakukan audiensi kepada pihak kampus untuk mencari titik temu dari persoalan, dan audensi ini merupakan bentuk komunikasi dua arah antara mahasiswa dan birokrasi.


Dalam audiensi itu diantaranya membahas masalah penjatuhan sanksi oleh Komisi Pertimbangan Kemahasiswaan (KPM) terhadap para mahasiswa yang dianggap terlibat. Penjatuhan sanksi ini sebagai buntut kejadian tawuran pada tanggal 5 Oktober 2022.


Namun, dalam penjatuhan sanksi ini dirasa tidak didapatkannya rasa keadilan yang sama. KPM melupakan pelibatan mahasiswa secara aktif dalam prosesi mencari titik temu masalah ini, yang dimulai dari awal penyelesaian kasus. Sehingga, hasil keputusan yang dibuat sangat tidak relevan dan diduga merugikan mahasiswa itu sendiri.


Salah satu penjatuhan sanksi yang di nilai justru salah kaprah adalah penangguhan SKS, yang memang dianggap tidak jelas asal-muasal dasar pertimbangannya. Dalam video yang dikirimkan sumber media ini terlihat, birokrasi mengakui bahwa memang ada sebuah kesalahan dalam penjatuhan sanksi, karena tidak melibatkan unsur mahasiswa.


Pihak birokrasi kampus menjelaskan mengenai latar belakang pengambilan keputusan penjatuhan sanksi yang diberikan. Dalam pernyataan video tersebut, pihak birokrasi kampus mencoba menjelaskan, bahwa mereka juga mendapatkan tekanan dari alumni salah satu organisasi kemahasiswaan untuk mengusut tuntas kasus ini.


Sehingga hal ini kian mempersulit pengambilan keputusan yang harus mereka lakukan. Hingga akhirnya, terhitung 5 bulan telah berlalu, barulah pada bulan Maret birokrasi kampus mengeluarkan skep penjatuhan sanksi terhadap organisasi dan perorangan yang dirasa bermasalah.


Dalam salah satu video tersebut juga dipertanyakan mengenai kehadiran Rektor UPN-VY Prof. Dr. Mohammad Irhas Effendi, M.Si. Rektor yang awalnya hadir tiba-tiba meninggalkan ruangan dikarenakan harus menghadiri acara lain. Padahal, kegiatan audiensi ini telah direncanakan jauh-jauh hari, seharusnya rektor meluangkan waktu untuk menghadiri acara ini hingga selesai. Terlebih audiensi ini dibuat sebagai wadah pemenuhan birokrasi kepada hak mahasiswa.


Hal lain yang menimbulkan kekecewaan mahasiswa berikutnya adalah tidak adanya partisipasi aktif rektor dalam penyelesaian kasus yang tengah bergulir diranah kepolisian, menyangkut dua orang dari Teknik Pertambangan. Semenjak awal kasus dari tahap penyidikan hingga ketok palu, rektor sama sekali tidak pernah terlihat untuk membantu menyelesaikan masalah ini.


Inilah yang memicu kekecewaan berikutnya dari mahasiswa. Harusnya kasus tawuran didalam kampus dapat diselesaikan di ranah internal kampus, tanpa melibatkan pihak luar. Namun justru masalah ini hingga berlanjut ke ranah pengadilan, bukankan hal semacam ini justru malah menciderai nama baik UPNVY itu sendiri?. Seakan-akan UPNVY tidak becus dalam menangani rumah tangganya sendiri.


"Jangan sampai kekecewaan ini terus berlanjut. Ditakutkan, jika hal ini tidak segera diatasi justru akan menimbulkan dendam-dendam baru yang akan membuat masalah yang kian parah. Terlebih dasar pengambilan keputusan yang kurang transparan, itu bisa menimbulkan trust issue di kalangan mahasiswa," kata sumber berinisial AI kepada snipers.news, Sabtu (24/6/23).


Dikatakan AI, kekecewaan yang mereka (Mahasiswa Fakultas Tekhnologi Mineral) alami karena tidak mendapatkan keadilan dari pihak birokrasi kampus terhadap Adit dan Afif, yakni dua mahasiswa Teknik Pertambangan yang terkena kasus pengeroyokan dari puluhan mahasiswa Teknik Perminyakan pada malam hari, tepatnya di tanggal 4 Oktober 2022 yang lalu.


"Awalnya Mahasiswa Teknik Pertambangan mendapatkan kabar, bahwa Pak Rektor meninggalkan ruangan tempat digelarnya audiensi. Kemudian mahasiswa Teknik Pertambangan mencoba mengambil kesempatan tersebut untuk berusaha bertemu dengan Pak Rektor, sembari mengadakan dialog membahas permasalahan mengenai kesejahteraan dan keadilan Mahasiswa Teknik Pertambangan," paparnya.


Sumber juga mengatakan, bahwa beberapa mahasiswa tersebut sulit untuk menemui Rektor, padahal tujuan mereka hanya ingin berdialog terkait berbagai persoalan yang terjadi, diantaranya adalah untuk mempertanyakan azas keadilan terhadap Mahasiswa Teknik Pertambangan.


Hal ini dilakukan karena mahasiswa Teknik Pertambangan merasa dikecewakan terhadap lamanya penyelesaian kasus yang menimpa keluarga besar Teknik Pertambangan, serta mencoba menanyakan mengenai progres penyelesaian masalah diranah internal kampus yang tidak jelas sama sekali.


Anehnya lagi, di saat para mahasiswa yang berada diluar ruangan audensi melihat Rektor keluar dari ruangan, seakan ada penghalang terhadap para mahasiswa saat ingin menemui Rektor. Dalam video unggahan yang diperlihatkan ke Redaksi Media ini, tampak begitu sulitnya untuk bertemu rektor, padahal sudah ada di depan mata para mahasiswa.


"Itu lah yang para penjaga Rektor sampaikan ke kami, bahwa jika ingin bertemu dengan Pak Rektor harus membuat janji terlebih dahulu. Padahal seperti kita ketahui bersama, permasalahan yang terjadi saat ini sungguh kompleks. Sudah nampak jelas Pak Rektor ada didepan mata, tapi mengapa ketika ada kesempatan untuk bertemu dengan Pak Rektor malah justru dipersulit," kata AI kesal.


Hingga pada akhirnya, para mahasiswa tersebut berhasil bertemu dan berbicara dengan rektor. Namun, masih ada rasa ketidakpuasan dari Mahasiswa Teknik Pertambangan atas jawaban yang diberikan dari Sang Rektor, karena mereka nilai jawaban yang diberikan terkesan penenang yang bersifat diplomatis. Kondisi aktualnya tidak berkata demikian, terbukti dengan berbagai permasalahan yang ada yang menyangkut kesejahteraan mahasiswa masih belum terselesaikan.


"Selain itu, pada saat yang bersamaan dan sebagai bentuk komitmen bersama, mahasiswa Teknik Pertambangan membawa draft nota kesepahaman, bahwa mahasiswa Teknik Pertambangan beserta rektor dan jajarannya siap mengawal tuntas terhadap segala kasus yang menciderai kesejahteraan mahasiswa UPNVY. Namun sangat disayangkan, Pak Rektor enggan untuk menandatangani nota tersebut dengan dalih permasalahan sedang dibahas diruang audiensi di atas (ruang rapat lantai 5)," jelas AI.


Sedikitnya ada 9 poin tuntutan para mahasiswa UPN-NY atas kebijakan pihak Kampus terhadap Keluarga Besar Fakultas Pertambangan yang dinilai tak adil bagi mahasiswa, diantaranya :


1. Persoalan penerimaan mahasiswa baru
2. Uang Kuliah tunggal 50%
3. Peralihan status UPN menjadi Badan Layanan Umum (BLU)
4. Konversi MBKM
5. Pembekuan Organisasi Kemahasiswaan (OK) sebagai buntut tawuran
6. Penyelesaian kasus pengeroyokan 2 mahasiswa teknik pertambangan
7. Penyelesaian permasalahan internal kampus jangan melibatkan pihak kepolisian
8. Ketidakadilan KPM dalam menangani pertikaian 2 jurusan.


Tak hanya 8 poin itu saja, beberapa jurusan yang ada di Fakultas Tekhnologi Mineral di UPN-VY juga menyuarakan dan meminta agar Prof. Dr. Mohammad Irhas Effendi, M.Si., mundur dari jabatannya, atau di pecat sebagai rektor.


"Oleh karena itu, kami mendesak Kemendikti untuk segera mencopot Jabatan Rektor UPN Veteran Yogyakarta, yang tidak berbuat sesuatu dan tidak menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi di UPN-VY selama ini," ujarnya mengakhiri.*


(ATM-MM)

TerPopuler

Whatsapp-Button